RSS

Monthly Archives: September 2011

“Bagaimana bisa kita bertemu?” tanya malam

Sayang, aku ini malam

Sayang, kau pun malam

Mengapa tiba-tiba kau putuskan untuk berganti menjadi matahari?

 

Aku tetap merindu bintang kita yang sama, sayang

 
Leave a comment

Posted by on September 21, 2011 in Uncategorized

 

“Terbatas”

            Terkadang, saya tidak merasa perlu membuktikan bahwa diri saya berharga di mata orang lain. Terkadang pula, saya merasa perlu membuktikan bahwa diri saya berharga di mata orang lain. Terkadang, saya pun tidak merasa perlu menampilkan bahwa diri saya lemah di mata orang lain. Hmm, namun terkadang, saya merasa perlu menampilkan bahwa diri saya lemah di mata orang lain. Tujuan saya ingin atau tidak ingin membuktikan atas keberhargaan diri pun beragam. Begitu pula, dengan tujuan ingin atau tidak ingin menampilkan kelemahan. (apakah saya berada pada fase penuh pertimbangan)

Terkadang pula, pada satu titik, saya hanya ingin bersenang-senang. Saya tidak peduli keberhargaan diri saya, saya tidak peduli kelemahan diri saya, saya tidak peduli keberhargaan diri orang lain, dan saya tidak peduli kelemahan orang lain. (apakah saya berada pada fase egois)

Lalu bagaimana ketika saya dihadapkan pada hal bahwa saya merasa potensi saya terbatas? Ketika saya melihat teman atau saudara saya yang sebaya memiliki keunggulan daripada potensi yang saya miliki; 1. Pasti saya merasa memiliki kelemahan, 2. Setelah itu, pasti saya ingin membuktikan bahwa saya berharga pada potensi lain.

Huft, semua itu hanya ‘merasa’, perasaan saya saja.

Pada beberapa peristiwa, ada memori positif dan memori negatif yang diam-diam dan perlahan masuk mempengaruhi fase-fase kehidupan saya.

 

Begini, kemarin malam saya berada di lokasi food court sebuah mall di kawasan Senayan. Di sana, ada enam orang termasuk saya berada pada sebuah meja. Pertemanan ini bagi saya dan kelima teman saya itu, boleh dikatakan sebagai pertemanan baru. Perbincangan-perbincangan yang tersaji di meja pun cukup nge-klik. Semua pemain saling mengimbangi dan tidak terlihat ada yang mendominasi atau pun berkeinginan mendominasi. Sepertinya semua tampil apa adanya, walaupun ada yang terlihat seperti masih meraba obrolan di meja itu. Yah, insiden roaming pun ada tapi bisa dengan cepat suasana kembali mencair. Selama kurang lebih sembilan puluh menit kami saling melempar topik obrolan, dari lelucon sampai hal serius. Komunikasi yang nge-klik itu, tanpa adanya pembuktian keberhargaan diri ataupun menutupi kelemahan diri. Adanya keberhargaan dan kelemahannya langsung tersaji di atas meja itu yang dibumbui dengan canda tawa.

Momen jumat malam itu terekam dalam memori saya, mempengaruhi memori positif dan negatif  sekaligus. Yang positif, pertemanan baru itu memperluas link perkenalan saya dan pelepas penat kami berenam dari aktivitas serta tekanan pekerjaan. Yang negatif, hmm, ada yang belum dan harus saya ceritakan di sini, di belakang meja kami itu ada seorang bapak dengan sebuah buku besar yang berisikan nomor-nomor telepon. Nomor-nomor itu ditulis besar-besar dengan menggunakan spidol. Salah seorang teman saya memberi tahu dengan melirik ke meja bapak itu. Sontak pandangan mata kami mengarah ke meja itu, lalu kami berbalik ke meja kami dan tertawa terbahak-bahak. Apa yang salah dengan bapak itu sehingga kami tertawakan? Bapak itu memegang buku besar di tangan kiri, dan tangan kanannya memegang handphone. Secepat itu kami menyimpulkan bahwa bapak itu sedang memilih nomor telepon dan perempuan panggilan. Karena dari halaman kiri buku itu yang tampak adalah nama-nama perempuan dan nomor-nomor teleponnya. Eits, tunggu dulu, kami tidak memperhatikan dengan baik karena halaman kanan buku itu terhalang oleh tubuh bapak itu. Ternyata halaman kanan buku itu ada juga nama dan nomor laki-laki. Ketika kami perhatikan lebih teliti, nama perempuan dan laki-laki beserta nomor teleponnya bercampur dalam setiap halaman di buku itu.

Tapi kita malah makin terbahak melihat apa yang dilakukan bapak itu. Sepertinya hal itu aneh dan tak biasa bagi kami. Jarak pandang bapak itu dan handphone-nya amat dekat. Akhirnya kami menganggap bahwa bapak itu memiliki penglihatan yang kurang baik (rabun). Sehingga harus menggunakan handphone dengan jarak yang begitu dekat dengan pandangan matanya dan perlu memiliki buku telepon sendiri yang ditulis besar-besar.

Sepanjang perjalanan ke tempat parkir kami masih ngakak dan geli dengan kejadian itu, kami menganggap bapak itu jenaka. Kami menjadikan bapak itu lucu di mejanya karena dari awal di meja kami, kami sudah saling berbagi lontaran hal jenaka. Kejenakaan di meja kami luber ke meja lain. Kami lupa men-setting bahwa orang di luar meja kami bukan bagian dari lelucon kami. Tanpa sadar kami menertawakan potensi terbatas bapak itu. Apakah ketika terbahak-bahak kami sedang membuktikan keberhargaan diri kami?

 

*sekali lagi sore ini saya merenung

 

Sabtu, 17 September 2011 pukul 16.55

 
Leave a comment

Posted by on September 17, 2011 in Uncategorized

 

Defensif dan Krisis Komunikasi

Dua cangkir cappucino mocca menguap di teras rumah saya. Malam ini saya kedatangan seorang teman. Sepertinya teman saya ini sedang resah. Berdasarkan ceritanya sih; dia sudah tiga bulan ini melakukan pendekatan dengan seorang wanita. Targetnya itu membuatnya benar-benar merasa defensif. Eit, eit tunggu dulu! Sejenak saya berpikir: wanita memang paling jago kalau membuat pria merasa defensif padahal sebenarnya di sisi lain, terkadang wanita hanya berpura-pura membuat pria defensif untuk mengulik sejauh mana alunan ketidaksensitifan seorang pria. Kalau saya sih pernah ketika di awal-awal pendekatan dengan seorang pria, (pura-pura) merasa bersalah sepulang dari kencan atau hal semacamnya, lalu saya bisa mengira-ngira sejauh mana pria itu defensif atau tidak, sensitif atau tidak. Atau bisa juga, terkadang pria pun berpura-pura melakukan hal-hal itu.

Yah, komunikasi antar dua gender memang terbukti bagai jurang yang sulit dilalui. Satu sama lain merasa perlu membangun jembatan yang defensif pula agar bisa melalui jurang itu.

Pertanyaan saya pada teman saya itu, “Emang lw ngapain sampai lw merasa defensif?” Saya sengaja menghindari bertanya; Emang dia ngapain sampai lw merasa defensif? Saya ingin tahu versi dia lebih dulu daripada versi targetnya.

Katanya, kalau targetnya itu sudah mulai nonstop mengarahkan pembicaraan ke arah ‘jadi atau ga sih’ sedangkan teman saya ini masih perlu lebih dalam mengenalnya.

Saya tertawa menanggapinya, memang serba salah kalau soal pengambilan keputusan yang satu itu. Di sisi pria tidak perlu terburu-buru urusan yang itu. Di sisi wanita kepastian itu adalah perlu. Yah pria dan wanita memang punya cara masing-masing untuk mengekspresikan diri. Bukan berarti kaum pria sulit diajak komunikasi, sehingga terlihat egois. Bukan berarti kaum wanita dengan pesonanya jadi terlihat dangkal dan lemah. Wanita dan pria itu dua insan yang berbeda, kepalanya beda, hatinya beda, hormonnya pun beda. Wajar saja kalau cara-cara yang ditempuh untuk melalui jembatan itu berbeda. “Jangan-jangan lw malah jadi rada ragu ya kalo udah ada penekanan kayak gini?” tanya saya, “Iya,” jawabnya. Saya terdiam. “Sebenernya sih gw bisa aja sama cewe itu sekarang-sekarang ini tapi ada pemikiran lain yang buat gw ntar dulu, lw tau lah apa aja itu, tapi ga mungkin kan gw ceritain ke dia,” lanjutnya. Dan saya pun tidak mungkin cerita di sini. “Tapi kan dia taunya, ya lw sm dia begini kondisinya; jadi apa ga, urusan ada masalah nantinya, coba dia sama lw bisa defensif ga dengan kondisi yang begitu, kalo baru aja satu masalah udah ga bisa defensif, bulshit lah lw berdua,” gitu tanggapan saya.

Hmm, sebenarnya rangkaian ceritanya masih panjang (ada soal krisis komunikasi yang dia alami, dan saya juga pernah mengalami itu), tapi saya pas dulu sampai di sini. Kapan-kapan kalau ada kesempatan saya akan rangkai lagi.

Akhirnya saya cuma bisa kasih saran ke dia untuk coba nonton The Story of Us, Living Out Loud, The Perfect Storm, Man on the Moon, What Lies Beneath, What Woman Want. Emang sih film-film itu kurang menly tapi layak tontonlah untuk belajar gimana menjembatani komunikasi dua gender soal komitmen.

Terasa sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Cappucino mocca milik saya pun sudah menghangatkan logika malam ini.

Saya menulis ini ditemani No Fruits for Today nya SORE, dan membawa kenangan saya pada bayangan itu.

 
Leave a comment

Posted by on September 10, 2011 in Uncategorized

 

Oh Seribu Bulan

Sudah tiga hari belakangan ini saya dan teman saya berdiskusi mengenai lailatul qadar. Sebelumnya, selama Ramadhan ini, kami yang kehasuan akan ilmu memang lagi sok-sok-an bicara soal agama, berniat khatam Al-Qur’an pada Ramadhan ini, sok-sok-an religius sampai ngaji (baca: mengkaji) bareng. Tahun-tahun di dua tahun sebelum sekarang, hmm mana pernah J.

Ramadhan ini memang bulan yang penting bagi saya. Saya sedang berada pada fase pembaikkan diri. Bukan perbaikkan diri. Pembaikkan-saya ingin membaikkan pribadi saya. Jiwa saya sedang terlunta-lunta dengan keragu-raguan. Bagi saya, perbaikkan sekedar hasil. Sedangkan, pembaikkan perlu proses. Jiwa saya butuh proses yang menguatkan pribadi saya. Dan ramadhan ini menjadi momen penting saya.

Kembali kepada tiga hari belakangan ini. Awalnya saya menunggu teman saya itu online di yahoo messenger untuk bicara soal lailatul qadar. Namun sampai tengah malam tak kunjung muncul batang hidungnya. Sepertinya dia sudah istirahat. Biasanya kegiatan di hari Sabtu itu memang lebih melelahkan di hari biasanya bagi remaja seperti teman saya itu =)) J. Akhirnya saya sms untuk sok-sok-an sekedar mengingatkan “Lailatul qadar, Pal! Tadarus & doa yuk! Malaikat lg turun”

Saya mendapat balasannya ketika sahur, “Pal emang ada yg tau lailatul qadar tuh kpn? Setiap mlm jg tadarus n doa. Smoga dpt mlm itu.”

Saya balas via YM, “Pal, ada rujukan kok kalo lailatul qadar itu 10 hari ramadhan terakhir. Saatnya malaikat turun, menilai siapa yg bersungguh2. Ini berkali lipat dr tiap mlm yg penuh dg kebaikan doa dan tadarus. Malaikat memang turun tiap hari, penilaian yg ditulis malaikat dan disampaikan pd allah dlm ramadhan lbh indah, makin indah lagi ketika 10 hari ramadan terakhir (lailatul qadar) bagi yg bersungguh2.. Alangkah indahnya insan mengejar2nya. CMIIW,” begitulah balasan sotoy saya.

Obrolan pun berlanjut, dia bilang, “Tp. Tapi pal. Tanda2 itu tuh samara. Allah Yang Maha Berkehendak.. Manusia2 terpilih yg bs liat tandanya. Manusia2 pilihannya yg bs meraih malam itu. Wallahualam ya td mlm tuh lailatul qodar. Gw sbagai manusia biasa, cm bs berdoa sepanjang malem. Berharap salah 1 doa gw nyangkut di lailatul qodar.”

Saya pun sebagai manusia biasa ingin menanggapi keterangannya tentang ‘manusia2 terpilih yg bs liat tandanya, “Nah itu, sebenarnya kan kita sbg manusia biasa, cuma itu intinya, berharap, dan harapan itu, semoga allah berkehendak, wallahualam kita bs mencapai lailatulqadar atau g buat kita, hanya allah yg menilai dr semua kesungguhan kita.”

Doi pun masih ingin berkomentar, “tpi scr logika semua muslim mgkin aj mdpatkannya..Malam itu (mgkin) bs jdi saat kita tobat yg sesungguhnya dgn dibimbing malaikat,..utk selamanya.progres trus dan ga labil..wallahualam.. Rasul bersabda:”Barang siapa dikehendaki Allah utk mjdi baik,mk Allah akn mnjadikannya org yg memahami agama scr mndalam”” Eh ternyata nara sumber komentarnya adalah abang sepupunya 😀

Nah ini tambahan lagi dari kakaknya itu, “Lailatur Qadar dilukiskan sebagai salam kedamaian sampai terbitnya fajar dan ini menjadikan hati seseorang yg mendapatkannya selalu damai dan tenteram sehingga mengatar pemiliknya dari ragu kepada yakin, dari kebodohan kepada ilmu, dari lalai kepada ingat, khianat kepada amanat, riya kepada ikhlas lemah kepada teguh dan sombong kepada tahu diri…”

Eh saya pun masih mau sok-sok-an berkomentar, “beramal pada malam itu (lailatul qadar) dengan shalat, dzikir, dan membaca Al-Qur’an nilainya lebih utama daripada amalan yang sama selama seribu bulan yang tidak memiliki lailatul qadar – Sayyid Sabiq (Merujuk dr yg kmrn lw blg; wallahuallam – kesungguhan biarlah Allah yg menilai, krn gw sbg insan yg br belajar soal agama jg mau dinilai sm Allah; ditambah dg rujukan yg td lw tulis, gw berharap keragu2an yg ad di dlm pribadi gw bs menjadi ketegasan)”

Eh di-copas deh tausiyah kakaknya, “Lailatur Qadar dilukiskan sebagai salam kedamaian sampai terbitnya fajar dan ini menjadikan hati seseorang yg mendapatkannya selalu damai dan tenteram sehingga mengatar pemiliknya dari ragu kepada yakin, dari kebodohan kepada ilmu, dari lalai kepada ingat, khianat kepada amanat, riya kepada ikhlas lemah kepada teguh dan sombong kepada tahu diri… nah,klo menurut mas nangkepnya.. setelah itu ga ada lagi tuh alesan2 perilaku yg condong pd dunia,yg menutup inderanya dari apa yg sudah ditetapkan dan dicontohkan..”Memang boleh jadi ada yg mengaku atau salah paham sehingga menduga telah mendapatkan malam mulia itu. Byk riwayat yg DIPERSELISIHKAN ke-SHAHIH-annya menyangkut tanda2 malam itu… –àKlo ada org yg yakin dpt mlm itu tp ga berubah dr ragu jd yakin, lalai kepada ingat, itu gmn? itu malam yg lebih baik dari seribu bulan. ‎​masa iya ud ngerasa dpt malam itu,,tapi orgnya masih katro aja.. à‎​malam yg mulia,,malam diturunkannya Al Quran..malam dimana malaikat turun atas izin Allah utk menyelesaikan segala urusan.-à Terus? Gmn dong klo ngrasa udh dpt tp msh cupu. Berarti ga dpt dong? Pdhl 10 malem ke 3, setiap hari udah khusuk. ya itu,,mgkin cuma ngerasa.. ‎​gini..logis menurut awam spt saya.. ‎​Quran turun saat Lailatul Qadr..itu kn kitab petunjuk ttg segala sesuatu mengenai hidup. ‎​Klo udh ibadah max 10 he ke-3, trs msh ble’e. Berarti ibadah dia iti gmn. -à lah ibadah mah ibadah aja.. ‎​emg klo ud niat gitu pasti lsg dikasih.. kn ga tau juga kita.. ‎​tau kan… bahkan ibadah kita aja tuh bisa jadi bencana .. ‎​klo saat ibadah itu kita menjadi riya.. ‎​bukan krn Allah,,tpi krn pgn diliat orang,,dianggep beriman,,dianggep alim.. jadinya riya.. bayangkan.. itu ibadah lhoo .. ‎​mas aja klo dipikir sering riya juga .. ‎​yg mendasar aja deh..motivasi pgn dapetin malam itu apa?..setelah dpt malam itu terus gimana?..klo udah mati2an ibadah 10 hari dan ttp ga dapet terus gimana??..‎​klo kita hidup 65 tahun dan 1 malem dapetin lailatul qadr,pada usia 25 tahun (1000 bulan, kurang lebih 80 tahun).. apa iya abis itu kita leha2.. dan sante2 aja krn merasa ibadahnya ud lebih dari cukup..”

Dan saya mengakhirinya, “Org cupu ke-GR-an aje ye dpt mlm itu.. Saya sbg org awam bin cupu baru bs menangkap kisah ttg lailatulqadar dmn turun para malaikat dan saya ingin moment itu utk ibadah ya ibadah dg peningkatan ibadah dr biasanya aja tp kualitas tetap allah yg menilai. Mendapatkan mlm itu atau tdk, wallahuallam bi sowaf (-end- jg dr gw)”

21 Agustus 2011

 
Leave a comment

Posted by on September 8, 2011 in Uncategorized